CURUG AUL REMBANG PURBALINGGA
BERMALAM BERUJUNG SIAL
Kupacu kuda merah produk jepang melewati satu jam yang
membosankan melaju kearah barat purbalingga menuju kota satria . Hari ini
seperti biasa aku harus memenuhi kewajibanku menuntut ilmu. Hari demi hari
kulewati menerobos kepulan asap dari knalpot kendaraan tanpa takut paru-paruku
keriput yang penting aku pintar, begitu pikirku. Bosan memang kadang
menghampiri, dan kalau sudah begini hanya mengasingkan diri yang menjadi
solusi. Dan akhir pekan ku putuskan akan bermalam di tepian hutan di sebuah
desa disuatu kecamatan untuk tarik nafas sebentar dari kesibukan perkuliahan.
Sepulang
dari kampus aku langsung menyiapkan tenda, tas, kompor portable dan perbekalan.
Dengan tiga orang temanku kami meluncur kelokasi yang lumayan jauh. Jalanan
bebatuan yang bergelombang, naik, turun dan berkelok mulai kami rasakan saat
memasuki desa tujuan. 20 km terlewati dan kami sampai disebuah pemukiman
penduduk yang paling dekat dengan lokasi kami berkemah, kira-kira ada lima
rumah sederhana disana. Sesampainya
disana kami meminta izin kepada warga setempat untuk sekalian menitipkan motor
di salah satu rumah warga. “Hati-hati mas, kalau ada apa-apa turun saja” begitu
pesan seorang bapak-bapak dan kami pun mengiyakan. Setelah itu kami berjalan
lewat jalan setapak, menaiki bukit yang lumayan menanjak. Hutan pinus mulai
terlihat , pertanda sudah mulai dekat lokasi tujuan kami.
Sebenarnya
bukan sekali ini aku datang kesini namun jika untuk bermalam baru kali ini.
Lokasi yang tenang, tak terlalu jauh dari pemukiman, dekat dengan mata air dan
terdapat juga curug yang tinggi membuatku ingin menikmati malam disini.
Walaupun curug dan tempat disini cukup indah namun sangat jarang orang datang
kesini. Hanya warga yang hendak mencari kayu bakar atau rumput yang biasa
kesini. Mungkin karna akses yang menanjak dan jalan setapak yang membuat orang
malas untuk datang. “Baguslah, masih ada tempat indah yang tak dikotori
orang-orang kota” begitu gumamku. Tak terasa jalan menanjak telah kami lalui
akhirnya kami sampai pada tanah datar yang lumayan luas, terdapat sebuah bengunan
kecil bertiang kayu seperti tempat untuk berteduh penyadap pohon pinus. dan
beberapa meter dibelakang bangunan tersebutlah kami mendirikan tenda, di
punggung bukit dekat jurang. Tempat tersebut kami pilih agar view senja terlihat
jelas. Kami pun bergegas mengeluarkan isi tas dan langsung mendirikan tenda.
Senja
pun datang, tak lupa kubuat kopi agar seperti anak indie yang semakin hari
semakin alay dan tak tau diri. Berbincang dengan teman dan melupakan penatnya
peradaban. Perlahan matahari tenggelam yang tersisa hanya gelap dan suara
serangga hutan dan adzan mahrib datang kami pun bergegas masuk kedalam tenda. Entah
kenapa ada perasaan lain yang tak seperti dugaanku, suasana disini sungguh
berbeda. Ada rasa takut yang menyelimuti, aku pun hanya terdiam didalam tenda,
teman-temanku juga. Hampir satu jam kami diam, tak ada musik, tak ada hp
menyala karena sinyal disini tidak ada. Entah apa yang membuat suasana begitu mencekam padahal waktu baru pukut
setengah tujuh malam. Sebelumnya kami pernah bermalam di tempat lain tapi baru
kali ini kami merasa setakut ini.
Setelah
tama kami saling diam akhirnya ada juga yang membuka pembicaraan. “Bro, keluar
yuk bentar, kebelet nih” Sial memang di saat seperti ini tiba-tiba temanku
ingin buang air besar. Kami pun berempat mau saja karna ga mungkin dibiarkan
buang hajat didalam tenda. Dengan senter hp kami berjalan sedikit kearah utara menuju bawah
air terjun. Temanku yang sudah kebelet berlari duluan seperti tak ada rasa
takut dan menghilang di balik batu. Kami pun menunggu di tepian sungai sambil
ngobrol ngalor ngidul. Sudah lima belas menit tapi temanku belum selesai juga
akhirnya kami panggil dia dan mengancam akan meninggalkannya di tepi sungai.
Akhirnya temanku selesai juga dan mendekat kearah kami. Dan kami berjalan
kembali menuju tenda.
Saat kami membuka resreting tenda, betapa kagetnya kami
karena ternyata temanku yang tadi buang hajat sudah ada didalam tenda sendang
meringkuk ketakutan. Padahal aku tau betul dia tadi berjalan paling belakang
dan tidak mungkin dia mendahului kami karena jalan hanya setapak. Dan dia
langusung memarahi kami “kalian ngumpet dimana, ngga lucu bercandanya” . Dan
kami hanya diam lalu masuk tenda tapi temanku yang satu itu masih menggerutu
tanpa henti. Kami pucat karena sadar orang yang berjalan dibelakang kami tidak
jelas siapa. Akupun hanya diam dan berkeringat dingin, takut sudah menjalar di
sekujur tubuh. Dan yang teringat hanya ingin pulang.
Cukup lama kami diam dan waktu terasa sangat panjang. Tidak
ada obrolan dan penjelasan kepada temanku itu sedikitpun, kami memilih untuk
diam. Suara serangga semakin membuat kami ketakutan, kecuali temanku yang
marah-marah dia terlihat masih kesal dan meringkuk jauh memberi jarak pada
kami. Temanku yang satu lagi tak henti-hentinya beristighfar dengan keringat
yang terlihat keluar di muka. Dalam ketakutan kami memaksakan tidur namun
tetap saja mata ini susah untuk dipejamkan. Mataku terus terbuka melihat
langit-langit tenda, sekelebat bayangan dari luar tenda terlihat terbang dilur
tenda kami. Aku langsung meringkuk dan berlindung dibalik selimut. Rasa takut
semakin menjadi-jadi. Terdengar juga suara-suara seperti langkah kaki dan
seperti anak ayam. Aku merinding sejadi jadinya. Temanku yang tadinya tiduran
disamping pintu tenda menjaga jarak dari kami bertiga langsung meloncat
ketengah dan meringkuk. Kami seperti dikelilingi makhluk diluar tenda kami. Aku
tidak menyangka rencana ingin bersenang-senang akan berakhir menjadi seperti
ini. Dalam hati aku terus berdoa agar tidak terjadi apa-apa. Aku berdoa sampai
lelah hingga akhirnya tak sadar aku terdidur.
Rasa
panas didalam tenda memaksaku untuk bangun, aku bersyukur matahari sudah
menunjukan panasnya. Tanpa sarapan kami langsung berkemas dan bergegas turun ke
pemukiman. Sudah hilang ketakutan kami. Setelah sampai kami duduk sejenak dan
temanku menceritakan kejadiaan saat dia buang air besar. Ternyataa saat temanku
buang hajat dia hanya sebentar karna tiba-tiba dia tidak melihat kami lalu dia
bergegas pergi ketenda sendirian. Padahal kami sedang duduk dipinggiran sungai
dekat dengan jalan dan senter hp kami tetap menyala. Rasanya tidak mungkin dia
tidak melihat. Dan aku juga menceritakan kalau kami sebenarnya menunggu dan
pulang bersama sosok yang menyerupai dirinya.
Kami
bersyukur tidak terjadi apa-apa, dan setelah sebulan kejadian itu, aku bertemu
dengan teman lamaku seorang yang mengetahui tentang curug tersebut. Dan dia
bercerita bahwa nama curug tersebut adalah nama hantu dengan sosok kepala
terbang. Aku pun langsung teringat saat didalam tenda ada sesuatu yang terbang
diatas tenda. entahlah dengan apa dan bagaimana caranya kepala bisa terbang.
Namanya juga hantu J
Komentar
Posting Komentar